Translate

Showing posts with label Art & Culture. Show all posts
Showing posts with label Art & Culture. Show all posts

Monday 6 October 2014

Keindahan Dekorasi Boutique : FENDI Paper Planes Invasion


FENDI di Avenue Montaigne, Paris


Ketrampilan membuat dekorasi yang indah bagi sebuah boutique memang sangat penting dan diperlukan sekali. Siapapun tak akan menyangkal bahwa selain produk yang berkualitas dari sebuah brand, pelayanan yang ramah dan simpatik, kondisi boutique yang sangat nyaman, juga masih diperlukan lagi kemahiran dalam visual merchandising untuk memberikan pemandangan yang indah dan menarik pada tempat tersebut dimulai dari etalase hingga ke berbagai sudutnya. 

Untuk itulah, kali ini brand ternama FENDI memerlukan bantuan dari Fabio dan Daniele yang merupakan dua orang seniman yang tergabung dalam Blue and Joy untuk menghadirkan karya seni mereka di FENDI boutique. Karya mereka dinamakan paper planes invasion yang mengingatkan kita pada permainan di masa kanak-kanak yaitu pesawat terbang yang terbuat dari kertas. Bedanya, Fabio dan Daniele membuatnya dari aluminium dalam berbagai warna. Untuk menimbulkan kesan menyerupai kertas yang terlipat, aluminium tersebut dibengkokkan dengan menggunakan tangan.

Ide membuat "pesawat dari kertas" ini merupakan pemikiran yang sederhana namun hasilnya sangat unik, bukan ? Kini seluruh FENDI boutique di berbagai negara sedang mengangkat tema FENDI paper planes invasion untuk visual merchandising mereka. Berikut ini beberapa boutique di antaranya :  


Di Paris :



Di Roma :





Di Landmark, Hong Kong :



Di New Bond Street, London :





Dan lain-lain :

 


Rosie Soemardi
image is the courtesy of FENDI

Friday 18 April 2014

Rekor Harga Lukisan untuk S. Sudjojono di Balai Lelang Sotheby's Hong Kong





Belum lama ini Balai Lelang Sotheby's di Hong Kong mencetak rekor harga tertinggi untuk sebuah lukisan hasil karya seorang pelukis dari Asia Tenggara yaitu seharga HK $ 58, 4 juta atau US $ 7, 5 juta (atau 85 milyar rupiah). Dan pelukis yang dimaksud berasal dari Indonesia, yakni S. Sudjojono, dengan karyanya "Pasukan Kita yang Dipimpin Pangeran Diponegoro" (Our Soldiers Led under Prince Diponegoro). Lukisan tersebut berukuran 100 x 199,5 cm. 

Pangeran Diponegoro sebagai obyek lukisan memang selalu mendatangkan keberuntungan bagi para pelukisnya. Lukisan Raden Saleh yang sangat terkenal di duniapun menjadikan Pangeran Diponegoro sebagai obyek lukisannya. Demikian pula Basoeki Abdullah yang juga pernah menjadikan Pangeran Diponegoro sebagai obyek lukisannya. 


image is the courtesy of Sotheby's
Rosie Soemardi

Monday 31 March 2014

Angklung Performance at Saung Angklung Udjo in Bandung


Anak-anak yang terlibat dalam pertunjukan seni
di Saung Angklung Udjo


Jika anda berlibur ke Bandung dan ingin mendapatkan pengalaman yang berbeda, datanglah ke Saung Angklung Udjo dimana anda akan menyaksikan permainan musik angklung yang dikemas dengan sangat mengesankan. Angklung adalah alat musik tradisional terbuat dari bambu dan asli berasal dari Indonesia, tepatnya dari daerah Jawa Barat (Sunda).

Saung Angklung ini didirikan tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena atau yang lebih dikenal dengan panggilan Mang Udjo (1929 - 2001) dan istrinya, Uum Sumiati. Semasa hidupnya, ia memiliki niat yang sangat mulia yakni ingin melestarikan kesenian Sunda di tengah derasnya budaya modern yang masuk ke Indonesia dimana seni musik dunia berkiblat ke Barat. 

Udjo Ngalagena
(above image is from Wikipedia)


Saung Angklung yang diwariskan olehnya itu, ternyata juga dapat menunjukkan bahwa alat musik angklung dapat dipadu dengan alat musik dari Barat, dan menghasilkan alunan musik yang indah. Ini juga merupakan salah satu cara melestarikan kesenian Indonesia sambil mengikuti perkembangan zaman. Tak hanya itu, dalam pertunjukan di Saung Angklung Udjo, penonton juga dihibur dengan permainan arumba. Arumba adalah singkatan dari alunan rumpun bambu, yakni merupakan ensemble musik yang seluruh alat musiknya terbuat dari bambu dan merupakan kesenian dari Jawa Barat. Selain itu, pertunjukan juga menampilkan atraksi wayang golek (Indonesian puppet from West Java), tarian dan gerak anak-anak yang memperlihatkan mereka sedang melakukan permainan yang biasa dilakukan anak-anak di Indonesia. 

Pertunjukan di Saung Angklung Udjo ini bersifat interaktif. Penonton juga dilibatkan untuk memainkan angklung dan sebelumnya mereka memperoleh pengajaran singkat yang langsung dapat diterapkan dengan mudah. Setiap tangga nada diwakili melalui gerakan tangan yang berbeda dari sang dirigen. Penonton kemudian memainkan angklung mengikuti gerakan tangan yang diberikan sang dirigen. Menjelang akhir pertunjukan, penonton juga diajak ikut berpartisipasi menari bersama anak-anak.     

Saung Angklung Udjo terletak di sebuah lahan yang lumayan luas. Lahan parkirnya bahkan dapat menampung beberapa bis dan sejumlah besar mobil. Walaupun jalanan menuju tempat tersebut terbilang sangat kecil untuk dilalui kendaraan, namun setiba di Saung Angklung kita segera terhibur dengan para penggiat seni yang professional di sana yang menyambut kita dengan ramah. Mereka sudah sangat terbiasa dengan turis dan dapat bercakap-cakap dengan berbagai bahasa. Tempat itu teduh dihiasi banyak pohon bambu dan dilengkapi dengan fasilitas workshop, cafe, souvenir shop, amphitheatre dan juga guest house. Sedangkan pertunjukan angklung memakan waktu sekitar 2,5 jam dan dimulai pada pukul 15.30 setiap harinya. 




Saung Angklung Udjo sudah mencetak rekor dunia dalam Guinness World Records, yakni ketika melakukan pertunjukan angklung yang melibatkan 5182 orang dari berbagai bangsa di Washington, DC dalam tahun 2011. Sedangkan dalam tahun 2013 mereka mencetak rekor baru di Beijing, China yang melibatkan 5393 orang untuk memainkan angklung. 




image is the courtesy of Rosie Soemardi, Wikipedia
Rosie Soemardi

Wednesday 15 January 2014

Raden Saleh, the Pioneer of Indonesian Painters


Photo Raden Saleh tahun 1872





Raden Saleh lahir di Indonesia (atau dulu disebut Hindia Belanda). Ia adalah seorang aristokrat Jawa yang menjadi salah seorang pelukis besar di Eropa di abad ke 19. Bakat melukis telah menonjol sejak ia bersekolah di Volks School (Sekolah Rakyat). Ketika ia beranjak dewasa, Prof. Caspar Reinwardt, sebagai pendiri kebun raya Bogor dan juga Direktur Pertanian, Kesenian dan Ilmu Pengetahuan untuk pulau Jawa dan sekitarnya, menaruh perhatian padanya dan menariknya untuk ikatan dinas di Departemennya. Pada saat itu di instansi tersebut juga ada seorang pelukis Belgia bernama A. A. J. Payen, yang juga mantan mahaguru Akademi Seni Rupa di Doornik, Belanda. Payen kemudian tertarik untuk mengajari Raden Saleh teknik-teknik melukis dan seni lukis Barat. Selanjutnya Payen mengusulkan agar Raden Saleh dapat memperdalam seni lukis di Belanda dan hal ini mendapat dukungan penuh dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada waktu itu, G. van der Capellen, yang memerintah dalam tahun 1819 - 1826. 

Bakat melukis Raden Saleh berkembang pesat di Belanda dan pelukis-pelukis muda lainnya ingin mengalahkan kepandaian melukisnya. Mereka pernah menunjukkannya dengan melukis bunga yang begitu sangat mirip dengan aslinya dan tampak hidup hingga kumbang dan kupu-kupu mendatangi lukisan tersebut, dan menganggap bahwa Raden Saleh tak dapat menyaingi kemampuan mereka tersebut. Namun mereka sendiri akhirnya yang sangat terkecoh dengan lukisan Raden Saleh yang menggambarkan seorang mayat yang berlumuran darah. Saat itu selama berhari-hari Raden Saleh tak menampakkan diri sehingga mereka mencaritahu keberadaannya sampai ke tempat tinggalnya. Ketika melihat lukisan tersebut di tempat tinggalnya, mereka sama sekali tak mengira bahwa itu adalah sebuah lukisan hingga mereka berteriak-teriak ketakutan. 

Di Belanda, Raden Saleh memperdalam keahlian melukis potret pada Cornelis Kruseman dan melukis pemandangan pada Andries Schelfhout, karena karya-karya mereka mendapatkan apresiasi yang sangat besar di Belanda. Kruseman adalah pelukis untuk keluarga kerajaan Belanda. Ketika kesempatan datang bagi Raden Saleh untuk mengadakan pameran lukisan di Den Haag dan Amsterdam, masyarakat Belanda tertegun dan tak menyangka bahwa seorang pelukis berdarah Indonesia dapat melukis sesuai dengan standar para pelukis yang sangat terpandang di Eropa. Sebagai seorang pelukis, Raden Saleh juga mengagumi karya-karya pelukis lain misalnya pelukis legendaris Perancis bernama Ferdinand Delacroix. Ia kemudian juga semakin menghayati keahlian melukis binatang. Selama berada di Belanda, Raden Saleh menjadi pelukis untuk keluarga kerajaan dan para pejabat tinggi Belanda.

Raden Saleh berada di Eropa selama belasan tahun. Ia bahkan juga mempelajari ilmu pasti, ilmu ukur tanah dan pesawat di Belanda. Tak hanya di Belanda, ia juga pernah tinggal di Perancis, Jerman (menjadi tamu kehormatan Kerajaan Jerman), Aljazair, Austria, Italia. Sepulangnya ke Hindia Belanda dalam tahun 1844, ia menjadi konservator untuk lembaga koleksi benda-benda seni, di samping tetap melukis.  



Penangkapan Diponegoro karya tahun 1857




Dalam lukisannya mengenai penyerahan perlawanan Pangeran Diponegoro berjudul "Penangkapan Diponegoro", jika diperhatikan dengan seksama, Raden Saleh melukis orang-orang Belanda dalam bentuk yang sangat menggelikan dan tidak proporsional sehingga tampak seperti "badut-badut" misalnya berkepala besar, dan memperlihatkan sikap Jenderal de Kock yang menaruh hormat dan segan pada Pangeran Diponegoro. Melalui lukisan tersebut dapat disimpulkan bahwa Raden Saleh secara tersamarkan tetap membela Indonesia, walau sebagian besar hidupnya dikelilingi para petinggi Belanda bahkan mendapatkan kesempatan belajar di Eropa dan menjadi pelukis besar di sana, penghargaan yang berderet-deret dan harta yang sangat berlimpah-limpah dari mereka. Bahkan istri pertamanya juga adalah seorang Belanda yang sangat kaya raya. Namun mereka kemudian bercerai dan Raden Saleh menikahi wanita sesama aristokrat Jawa. 

Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang terkenal sangat kejam dalam abad itu seperti J. van den Bosch maupun Daendels sangat mengagumi lukisan karya Raden Saleh. Kini lukisan karya Raden Saleh juga dimiliki antara lain oleh Ratu Elizabeth II dari Inggris. Masyarakat dunia juga dapat menyaksikan lukisan karyanya antara lain di Museum Louvre, Paris dan Rijk Museum di Amsterdam. Sebagai pelukis untuk keluarga kerajaan dan pejabat tinggi Belanda, karya-karya Raden Saleh banyak bertebaran di Belanda. 



Rumah milik Raden Saleh yang ditempatinya dalam
tahun 1875 - 1885
Kini menjadi Rumah Sakit PGI Cikini di Jakarta




Rumah Sakit PGI Cikini di Jakarta dahulu merupakan rumah milik Raden Saleh. Sedangkan Taman Ismail Marzuki dahulu merupakan sebagian dari halaman rumahnya yang luar biasa luas dan ia sumbangkan untuk menjadi kebun binatang di zaman pemerintah Hindia Belanda. 

Raden Saleh wafat pada tanggal 23 April 1880 di Bogor dan dimakamkan di Bondongan, Bogor. Penghargaan dari pemerintah Indonesia pada Raden Saleh diberikan dalam tahun 1969 secara anumerta melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Raden Saleh merupakan perintis dalam dunia seni lukis Indonesia dan tercatat sebagai salah satu pelukis besar di dunia yang sangat dihormati di Eropa di abad ke 19. 



source : Wikipedia dan berbagai sumber
image  : Wikipedia
rosie soemardi

Monday 25 November 2013

Louis Vuitton dan Pesta Topeng di Venezia


Louis Vuitton dalam film mengenai suasana pesta topeng di Venezia (Venice).


Para pemain antara lain : 












Berbagai adegan :











"Cut !" said the Director.






and the trailer of the film :








image is the courtesy of Louis Vuitton

Thursday 24 October 2013

Basoeki Abdullah, the Great Artist


Basoeki Abdullah




Basoeki Abdullah adalah sebuah nama besar. Ia merupakan salah satu dari pelukis terbesar yang dimiliki Indonesia. Lahir di Solo pada tanggal 27 Januari 1915 sebagai cucu dari Dr. Wahidin Soedirohoesodo, seorang pahlawan Kebangkitan Nasional Indonesia. Bakat melukis ia dapatkan dari sang ayah, Abdullah Soeryosoebroto.   Sejak berumur empat tahun, Basoeki telah mahir menggambar. Ketika berumur sepuluh tahun, ia sudah dapat melukis potret diri Mahatma Gandhi dengan sangat persis. Keahliannya itu membuat orang-orang sulit mempercayainya bahwa lukisan itu adalah betul-betul hasil karya seorang anak yang baru berusia sepuluh tahun. 

Dalam tahun 1933 Basoeki pergi ke Den Haag dan memperdalam keahliannya di Akademi Seni Rupa di sana. Ia menyelesaikan studinya dalam waktu dua tahun dua bulan dan memperoleh penghargaan sertifikat Royal International of Art (RIA). Selanjutnya ia melakukan studi banding di Roma dan Paris, tempat dimana pelukis-pelukis paling berpengaruh di dunia berasal. Selain itu ia juga mengadakan pameran di banyak negara, dari Eropa hingga Asia. 



Soekarno, the Indonesian founding father,
menjadi salah satu obyek lukisan
Basoeki Abdullah



Dalam tahun 1948 ia mengejutkan semua orang ketika berhasil menjadi pemenang sayembara melukis dalam rangka penobatan Ratu Juliana di New Kerk (Amsterdam),  dengan menyisihkan 87 orang pelukis Eropa. Perjalanan hidup mengantarkannya pula ke Thailand dimana ia menjadi pelukis istana kerajaan Thailand. Raja Bhumibol Adulyadej menganugerahinya penghargaan bintang emas Poporo, yaitu sebuah penghargaan tertinggi dari kerajaan Thailand kepada seorang Royal Court Artist. Setelah melanglangbuana selama puluhan tahun di luar negeri, akhirnya dalam tahun 1974 Basoeki kembali ke Indonesia. Tak berbeda dengan ketika berada di Thailand, di Indonesia ia juga menjadi pelukis untuk istana Merdeka, Jakarta. Sampai menjelang wafatnya pada tanggal 5 November 1993 di Jakarta, Basoeki masih menyelesaikan pesanan lukisan untuk istana. 

Lukisan Basoeki Abdullah mengikuti aliran naturalisme dan romantisisme. Terutama sekali Basoeki Abdullah sangat ahli sekali melukis potret. Semua orang ingin dilukis olehnya dan juga ingin sekali memiliki lukisan karyanya. Obyek yang dilukisnya tampak begitu hidup dan sangat menarik, dengan bauran warna cat yang pas. Sapuan kuasnya lembut, tidak kaku, membuat gambar tampak hidup. Namun bukan hanya potret saja, Basoeki Abdullah juga mahir melukis figur-figur manusia, binatang, alam, hal-hal yang bersifat spiritualitas dan kebangsaan. Bagi siapapun di dunia ini, adalah sebuah kebanggaan tersendiri memiliki lukisan karyanya. Lukisannya benar-benar sangat indah. Karena itu banyak orang yang kemudian menjadi fanatik pada lukisan karyanya dan mengoleksinya dalam jumlah besar.



                               


Kini rumah Basoeki Abdullah yang ditempati semasa hidupnya diberikan kepada pemerintah Indonesia dan dijadikan museum. Bukan saja karya-karya lukisannya yang dapat kita lihat di sana, namun juga koleksi barang-barangnya seperti berbagai wayang, topeng dan sebagainya. Juga termasuk ribuan buku-buku yang dimilikinya semasa hidupnya. 


Salah satu sudut di museum Basoeki Abdullah
Koleksi peninggalan Basoeki Abdullah




Museum Basoeki Abdullah terletak di Jl. Keuangan Raya 19, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Mengenai waktu kunjungan dapat dilihat di :
http://museumbasoekiabdullah.or.id/index.php/web/informasi/detail/2/Open-Days


source http://museumbasoekiabdullah.or.id/index.php/web/home
image is the courtesy of Museum Basoeki Abdullah

Rosie Soemardi